Teknologi Informasi
dan Komunikasi atau biasa disebut TIK dan dampak negatifnya agaknya saat ini
sudah semakin tidak terbendung. Saya tidak mengkhawatirkan TIK sebagai ilmu,
akan tetapi efek negatifnya yang perlu di khawatirkan. Setidaknya TIK mencakup
kegiatan yang meliputi dalam hal berkomunikasi, berinteraksi, dan berbagi
dengan seseorang menggunakan teknologi media sosial, media blog, berbagi pakai,
dan media audiovisual. Dengan adanya
media sosial, setiap orang bisa berkomunikasi dengan orang lain dengan tidak
mengenal cakupan wilayah. Dengan berbasis teks, setiap orang bebas
mengungkapkan isi hatinya, berbagi informasi, bahkan menghujat, menghina,
beriklan negatif dan memprovokasi juga bisa dilakukan tanpa rasa malu. Malu
tidak menjadi acuan dalam melakukan segala tindakan, karena dengan cara
menyamarkan identitas berharap orang lain tidak akan tahu. Pada media blog,
banyak sekali blog-blog yang menampilkan hal –hal yang negatif, seperti
menampilkan keindahan tubuh wanita, cerita-cerita porno, link-link porno yang
dijadikan materi dalam mempermudah untuk mencari banyak pengunjung dan ternyata
bangsa kita juga termasuk kedalam pengakses media porno yang besar. Pada
kegiatan berbagi pakai juga, seseorang bebas untuk membagikan file-file yang
tanpa disadari bahwa hal yang dilakukannya adalah terlarang, seperti berbagi
aplikasi yang bersifat bajakan, dan bangsa kita juga termasuk pengguna software
bajakan yang prosentasinya diatas 50 persen, mungkin kita juga termasuk
penggunanya. Yang paling mengkhawatirkan
lagi adalah adanya situs yang menyediakan aneka macam video dengan jenis
beraneka ragam bisa kita lihat, mulai dari tutorial memasak sampai adegan
kekerasan, dan hal itu bisa diakses dengan mudah manakala kita sudah teregister
dan memiliki akun.
Dampak adanya TIK
dengan medianya telah menimbulkan penyakit-penyakit baru, seperti kecanduan,
malas belajar, produktivitas yang rendah dan yang paling baru adalah hilangnya
budaya malu atau dalam istilah Jawa adalah rai gedeg ( Tak tahu malu ). Budaya
malu yang dimaksud adalah malu untuk melakukan hal –hal negatif. Kita sebagai
bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, agaknya mengalami pergeseran
seiring jaman yang berbasis TIK berjalan. Mulai dalam hal berpakaian, bergaul,
dan berbicara sudah berbeda jauh. Orang tua didaerah saya pernah berucap bahwa
“hal itu malu untuk dilakukan saat dulu saya masih muda.” Ucapan itu terlontar manakala melihat
sepasang remaja berseragam sekolah berboncengan sepeda motor layaknya suami
isteri. Kemudian dalam hal berpakaian, remaja-remaja kita cukup membuat
geleng-geleng kepala orang-orang tua kita. Adanya cara berpakaian dan bergaul
yang bersifat rai gedeg tersebut dilengkapi tontotan audiovisual yang
mudah diakses di warnet-warnet yang banyak bertebaran ditiap-tiap sudut desa. Dan
warnet-warnet yang tersebar hampir buka selama 24 jam, sampai ada orang tua
yang bingung, karena anaknya selalu nangkring di warnet hingga pulang saat jam
makan saja. Hal tersebut membuat saya kaget lagi, karena hampir warnet-warnet
yang pernah saya lihat tertinggal
history yang telah dibuka oleh remaja-remaja kita dengan kata pencairan
yang mengarah pada tindakan negatif. Hal itu cukup menjadi referensi bagi
mereka untuk bertindak rai gedeg tanpa mereka sadari bahwa itu adalah
tindakan rai gedeg. Rai Gedeg oh rai gedeg sampai kapan ini terjadi? apakah TIK
dihilangkan dari muka kurikulum pendidikan kita sebagai solusi menanggulangi
merebaknya budaya rai gedeg ?
0 comments:
Post a Comment