Friday 21 February 2014



Teknologi Informasi dan Komunikasi atau biasa disebut TIK dan dampak negatifnya agaknya saat ini sudah semakin tidak terbendung. Saya tidak mengkhawatirkan TIK sebagai ilmu, akan tetapi efek negatifnya yang perlu di khawatirkan. Setidaknya TIK mencakup kegiatan yang meliputi dalam hal berkomunikasi, berinteraksi, dan berbagi dengan seseorang menggunakan teknologi media sosial, media blog, berbagi pakai, dan  media audiovisual. Dengan adanya media sosial, setiap orang bisa berkomunikasi dengan orang lain dengan tidak mengenal cakupan wilayah. Dengan berbasis teks, setiap orang bebas mengungkapkan isi hatinya, berbagi informasi, bahkan menghujat, menghina, beriklan negatif dan memprovokasi juga bisa dilakukan tanpa rasa malu. Malu tidak menjadi acuan dalam melakukan segala tindakan, karena dengan cara menyamarkan identitas berharap orang lain tidak akan tahu. Pada media blog, banyak sekali blog-blog yang menampilkan hal –hal yang negatif, seperti menampilkan keindahan tubuh wanita, cerita-cerita porno, link-link porno yang dijadikan materi dalam mempermudah untuk mencari banyak pengunjung dan ternyata bangsa kita juga termasuk kedalam pengakses media porno yang besar. Pada kegiatan berbagi pakai juga, seseorang bebas untuk membagikan file-file yang tanpa disadari bahwa hal yang dilakukannya adalah terlarang, seperti berbagi aplikasi yang bersifat bajakan, dan bangsa kita juga termasuk pengguna software bajakan yang prosentasinya diatas 50 persen, mungkin kita juga termasuk penggunanya. Yang  paling mengkhawatirkan lagi adalah adanya situs yang menyediakan aneka macam video dengan jenis beraneka ragam bisa kita lihat, mulai dari tutorial memasak sampai adegan kekerasan, dan hal itu bisa diakses dengan mudah manakala kita sudah teregister dan memiliki akun.
Dampak adanya TIK dengan medianya telah menimbulkan penyakit-penyakit baru, seperti kecanduan, malas belajar, produktivitas yang rendah dan yang paling baru adalah hilangnya budaya malu atau dalam istilah Jawa adalah rai gedeg ( Tak tahu malu ). Budaya malu yang dimaksud adalah malu untuk melakukan hal –hal negatif. Kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, agaknya mengalami pergeseran seiring jaman yang berbasis TIK berjalan. Mulai dalam hal berpakaian, bergaul, dan berbicara sudah berbeda jauh. Orang tua didaerah saya pernah berucap bahwa “hal itu malu untuk dilakukan saat dulu saya masih muda.”  Ucapan itu terlontar manakala melihat sepasang remaja berseragam sekolah berboncengan sepeda motor layaknya suami isteri. Kemudian dalam hal berpakaian, remaja-remaja kita cukup membuat geleng-geleng kepala orang-orang tua kita. Adanya cara berpakaian dan bergaul yang bersifat rai gedeg tersebut dilengkapi tontotan audiovisual yang mudah diakses di warnet-warnet yang banyak bertebaran ditiap-tiap sudut desa. Dan warnet-warnet yang tersebar hampir buka selama 24 jam, sampai ada orang tua yang bingung, karena anaknya selalu nangkring di warnet hingga pulang saat jam makan saja. Hal tersebut membuat saya kaget lagi, karena hampir warnet-warnet yang pernah saya lihat  tertinggal history yang telah dibuka oleh remaja-remaja kita dengan kata pencairan yang mengarah pada tindakan negatif. Hal itu cukup menjadi referensi bagi mereka untuk bertindak rai gedeg tanpa mereka sadari bahwa itu adalah tindakan rai gedeg. Rai Gedeg oh rai gedeg  sampai kapan ini terjadi? apakah TIK dihilangkan dari muka kurikulum pendidikan kita sebagai solusi menanggulangi merebaknya budaya rai gedeg ?
Next
Newer Post
Previous
This is the last post.

0 comments:

Post a Comment